sumber arc-zone.com |
Api
untuk memanaskan logam tersebut diperoleh dari pembakaran kayu atau
arang, teknik ini dinamakan teknik las tempa. Namun cara semacam ini
tentu akan memakan banyak waktu dan sangat tidak praktis. Selama
berabad-abad, las tempa dipakai sebagai proses utama untuk menyambung
logam tanpa banyak mengalami perkembangan.
Las Busur Listrik (Electric Arc Welding)
Setelah
energi listrik ditemukan maka perkembangan proses pengelasan berjalan
dengan pesat. Pada tahun 1885 alat-alat las busur listrik (Electric Arc
Welding) ditemukan oleh Bernardes. Las busur listrik dengan electrode
carbon batangan tanpa pembungkus dengan menggunakan baterai sebagai
sumber tenaga listrik. Kelemahan utama proses las listrik carbon adalah
oksidasi yang cukup tinggi pada las yang menyebabkan las menjadi mudah
berkarat, sehingga teknik las ini tidak lagi dipakai.
Las Tahanan (Resistance Welding)
Pada
waktu yang hampir bersamaan, tepatnya pada tahun 1877, seorang ahli
fisika dari Inggris bernama James Joule, menemukan las tahanan
(Resistance Welding). Pada tahun 1856 dia memanaskan dua batang kawat
dengan aliran listrik. Selama proses pemanasan, kedua kawat tersebut
ditekan satu sama lain. Ternyata kedua kawat tersebut saling terikat
setelah selesai dipanaskan. Las tahanan mencapai perkembangan yang pesat
setelah diciptakan berbagai jenis robot. Untuk memenuhi kebutuhan
dikembangkan berbagai bentuk las tahanan listrik yang meliputi las
titik, interval, seam (garis) dan proyeksi. Las ini dalam prosesnya
menerapkan panas dan tekanan. Electrode berfungsi sebagai penyalur arus
dan penekanan benda yang dilas berbentuk plat. Pada perkembangan
selanjutnya, resistane welding menghasilkan beberapa jenis proses
pengelasan, seperti las kilat (Flash Welding) pada tahun 1920.
Las Thermit (Thermit Welding)
Pada
dekade berikutnya, diperkenalkan las thermit (Thermit Welding). Las
thermit diperoleh dengan menuangkan logam cair diantara dua ujung logam
yang akan disambungkan sehingga ikut mencair. Setelah membeku kedua
logam menyatu dan cairan logam yang dituangkan berfungsi sebagai bahan
tambah.
Las Oksigen Acetylene (Oxygen Acetylene Welding)
Pada
tahun 1892 gas acetylene ditemukan oleh Thomas Leopard Wetson. Campuran
gas acetylene dan oksigen dengan perbandingan dan tekanan tertentu bila
dibakar akan menghasilkan suhu yang cukup tinggi untuk dapat melelehkan
logam. Gas oksigen diproduksi dengan cara mencairkan udara sehingga
oksigen murni dapat diambil. Cara ini dilakukan oleh Brins bersaudara,
yaitu orang Perancis pada tahun 1886. Alat untuk membakar campuran gas
acetylene dan oksigen dinamakan brander, ditemukan oleh Fouche dan
Picord. Alat ini mulai digunakan pada tahun 1901. Las ini berhasil
menggeser pemakaian las tempa dan mendominasi proses pengelasan untuk
beberapa dekade sampai dikembangkan las listrik.
Pada
tahun 1925 las oksigen acetylene digeser oleh adanya perbaikan las
busur listrik dimana las busur tersebut memakai electrode terbungkus.
Setelah terbakar, pembungkus electrode menghasilkan gas dan terak. Gas
melindungi kawah las dari oksidasi pada saat proses pengelasan sedang
berlangsung. Terak melindungi las selama proses pembekuan hingga dingin
(sampai terak dibersihkan). Keterbatasan las busur electrode batangan
adalah panjang elektroda yang terbatas sehingga setiap periode tertentu
pengelasan harus berhenti mengganti elektroda.
Bertitik
tolak dari kelemahan tersebut maka pada akhir tahun 1930-an diciptakan
las busur electrode gulungan. Secara prinsip, pengelasan tidak perlu
berhenti sebelum sampai ujung jalur las. Dan pengelasan dapat dilakukan
dengan cara semi otomatis atau otomatis. Sebagai pelindung dipakai flux.
Flux dituangkan sesaat di muka electrode sehingga busur nyala listrik
terpendam oleh flux. Keuntungannya, operator tidak silau oleh busur
nyala listrik, kelemahannya, las terbatas pada posisi di bawah tangan
saja pada posisi lain flux akan jatuh berhamburan sebelum berfungsi.
Las TIG (Tungsten Inert Gas)
Pada
tahun 1941 di Amerika ditemukan electrode Tungsten. Tungsten tidak
mencair oleh panasnya busur nyala listrik sehingga tidak terumpan dalam
lasan. Sebagai pelindung dipakai gas inti (Inert) yang untuk beberapa
saat dapat bertahan pada kondisinya. Gas inti disemburkan ke daerah las
sehingga las terhindar dari oksidasi. Karena menggunakan las inti
sebagai bahan pelindung, las ini sering disebut las TIG (Tungsten Inert
Gas).
Keberhasilan
pemakaian gas inti pada alas tungsten dicoba pula pada alas elektroda
gulungan pada awal tahun 1950-an. Proses ini selanjutnya disebut Gas
Metal Arc Welding (GMAW) atau las MIG (Metal Inert Gas). Karena gas argo
sangat mahal maka dipakai gas campuran argon dan oksigen atau gas CO
yang cukup aktif. Las ini biasa disebut dengan Metal Aktif Gas (MAG).
Dapat pula dipakai pelindung campuran argon dengan CO selama tidak lebih
dari 20% hasilnya cukup baik karena tidak meninggalkan terak. Perlu
diketahui bahwa gas pelindung sangat mahal, maka cara tersebut hanya
dipakai untuk keperluan khusus.
Las Busur Berinti Flux (Flux Core Arc Welding)
Berikutnya
ditemukan las busur electrode gulungan dengan pelindung lasan berupa
serbuk. Supaya dapat dipakai pada segala posisi, elektroda dibuat
berlubang seperti pipa untuk menempatkan flux. Proses ini lebih murah
dari pada las busur gas, dapat untuk segala posisi dan teknik pengelasan
dapat dikembangkan secara semi otomatis atau otomatis penuh las ini
disebut las busur berinti flux (Flux Core Arc Welding).
Las Stud (Stud Welding)
Selanjutnya
ada elektroda sebagai komponen yang akan dipasang pada bagian lain. Las
ini disebut las stud. Stud terpasang pada benda utama melalui tiga
tahap yaitu tata letak posisi, pencarian ujung stud dan benda utama dan
penekanan stud pada benda utama sesaat setelah busur nyala dimatikan.
Las Induksi (Induction Welding)
Setelah
itu dikembangkan las listrik frekuensi tinggi yaitu 10.000 sampai
500.000 Hz. Las listrik frekuensi tinggi sering disebut las induksi.
Ditinjau dari proses penyatuan benda yang dilas, las ini termasuk las
padat yang dibantu dengan panas untuk memecah lapisan oksidasi atau
kotoran pada permukaan benda yang dilas. Panas yang dihasilkan sangat
tipis di permukaan benda yang dilas sehingga las ini sangat cocok untuk
plat tipis.
Las Electron (Electron Beam Welding)
Pada
tahun 1950-an, energi listrik diubah menjadi seberkas electron yang
ditembakkan pada benda yang akan dilas. Panas yang dihasilkan lebih
besar dan dimensi bekas electron jauh lebih kecil dari busur nyala
listrik, proses pengelasan sangat cepat sehingga sangat cocok untuk
produksi masal. Daerah panas menjadi lebih sempit sehingga sangat cocok
untuk bahan yang sensitif terhadap perubahan panas. Kualitas las sangat
baik dan akurat, hanya saja peralatannya sangat mahal. Cara ini biasa
disebut las electron (Electron Beam Welding).
Las Gesek (Friction Welding)
Pada
tahun 1950, AL Chudikov, seorang ahli mesin dari Uni Sovyet,
mengemukakan hasil pengamatannya tentang teori tenaga mekanik dapat
diubah menjadi energi panas. Gesekan yang terjadi pada bagian-bagian
mesin yang bergerak menimbulkan banyak kerugian karena sebagian tenaga
mekanik yang dihasilkan berubah menjadi panas. Chudikov berpendapat,
proses demikian mestinya bisa dipakai pada proses pengelasan. Setelah
melalui percobaan dan penelitian dia berhasil mengelas dengan
memanfaatkan panas yang terjadi akibat gesekan. Untuk memperbesar panas
yang terjadi, benda yang dilas tidak hanya diputar, tetapi juga ditekan
satu terhadap yang lain. Tekanan juga berfungsi mempercepat fusi. Cara
ini disebut las gesek (Friction Welding).
Las Busur Plasma (Plasma Arc Welding)
Las
busur plasma (Plasma Arc Welding). Proses plasma sebenarnya merupakan
penyempurnaan las tungsten, hanya saja busur nyala listrik tidak muncul
diantara elektroda dengan benda yang akan di las, tetapi muncul antara
ujung elektroda dengan gas inti yang mengalir di sekitarnya. Las plasma
ternyata lebih baik dari las tungsten karena busur nyala listrik yang
muncul lebih stabil dengan diameter lebih kecil sehingga panasnya lebih
terpusat. Proses pengelasan bisa berjalan dengan lebih cepat, disamping
itu tungsten tidak pernah menyentuh benda yang dilas.
Las Ultrasonik (Ultrasonic Welding)
Awal
tahun 1960 ditandai dengan penemuan las yang menggunakan suara
frekuensi tinggi (Ultrasonic Welding). Las ini juga menggunakan listrik
dalam proses kerjanya, tidak ada aliran listrik pada benda yang dilas,
panas yang ditimbulkan semata-mata hasil proses dan sifatnya hanya
membantu dalam proses penyatuan benda yang dilas. Suara yang digunakan
berkisar antara 10.000 sampai 175.000 Hz, getaran suara disalurkan
melalui sosotrode yang dipasang pada benda yang dilas. Kemudian tekanan
diterapkan pada benda yang dilas selama proses. Kelebihan proses ini
adalah sesuai untuk benda tipis dan tidak terpengaruh jenis bahan yang
disambungkan. Tidak dipakainya energi panas sebagai energi utama
merupakan kelebihan sendiri pada bahan tertentu dan tipis, hanya saja
kurang berhasil untuk ketebalan benda yang dilas diatas 2,5 x 2 mm.
Las Ledakan (Explosive Welding)
Las
ledakan dikembangkan dari pengamatan seseorang di masa Perang Dunia I,
dimana terdapat pecahan-pecahan bom yang melekat kuat pada logam lain
yang tertumbuk. Carl dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pecahan bom
tersebut menempel karena efek jet pada saat terjadi tumbukan. Efek jet
mampu membersihkan kotoran yang melekat pada permukaan kedua benda
sehingga terjadi kontak antar atom kedua benda dan menghasilkan ikatan
yang cukup kuat.
Las Laser (Laser Welding)
Pada
tahun 1955 para ahli fisika berhasil menemukan sinar laser, secara
sederhana dapat dikatakan sinar yang diproduksi pada panjang gelombang
tertentu dan paralel, kemudian diperbesar, sinar tersebut selanjutnya
akan difokuskan. Panas yang dihasilkan pada titik fokus sangat tinggi.
Menjelang tahun 1970, laser mulai diterapkan pada alas, laser sebagai
sinar dapat diatur secara akurat sehingga las laser sangat sesuai untuk
peralatan-peralatan khusus. Las laser dapat dipakai untuk mengelas
benda-benda dengan ketebalan 0,13 mm sampai 29 mm pada kecepatan geser
berkisar dari 21 mm/dt sampai 1,2 mm/dt. Persoalan yang timbul pada alas
laser sama halnya dengan las electron, kerenggangan benda yang dilas
sangat kecil antara 0,03 sampai 0,15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar